"Re.”
“Iya.”
“Udah tidur kamu?”
“Lagi belajar ^^.”
“-,-”
“Emangnya kenapa?”
“E…gimana rencana kamu?”
“Rencana buat nyontek di tes besok?”
“:v… Rencana buat bantuin kepsek.” kayanya Resha bukan tipe pencontek deh -.-’
“Belum ada rencana. Kamu?”
“Ngga ada juga. Makanya aku nanya
kamu. –o-”
“Kalo sempat nanti aku pikirin
deh.^^ Good luck ya buat besok.”
“Ok.”
Memangnya…besok ulangan apa ya? Hahahaa
Pagi cerah dengan
sedikit bias jingga merona di langit, tumben ngga ketemu Resha. Indra juga ngga
ada kedengeran suaranya. Apa mereka udah di kelas ya.
Begitu selangkah kaki memasuki pintu
kelas, aku sedikit tercengang melihat Indra dan Resha duduk belajar bersama.
Tumben :3
“Udah belajar, Ar?” tanya Indra saat
aku menghampiri mereka. Aku menganggukkan kepala. Meliat mereka yang begitu
serius belajar buat tes matematika di jam pertama ini, membuatku sedikit malu
ke diri sendiri. Tadi malam cuma main-main belajarnya. Hhaa. Cuma liat-liat
doang.
Sudah menjadi rutinitas kami pergi
ke kantin bertiga. Ke kantin yang lebih menyerupai café ini. Kadang Fajar juga
ikut gabung dan bercanda dengan kami. Resha yang selalu tersenyum membuatku
betah didekatnya, Indra yang berwawasan luas sampai-sampai kadang kelewat batas
ilmunya (wkwkk), dan Fajar yang masih belum bisa diprediksi sifatnya, kaya
kakanya—Pak Jerry. Bercanda dengan tawa mereka yang begitu tulus. Beban-beban
pikiran tentang ulangan, peer, tugas-tugas dan lain-lain jadi serasa terhapus
oleh tawa mereka,juga aku.
“Ar,
sore ini kita main futsal. Ikut, ya.” ajak Indra. Aku masih menyeruput jus
jambu di tanganku.
“Iya, Ar. Kita lagi kekurangan orang
nih. Abisnya Doni cedera sih.” timpal Fajar sambil mengaduk bakso di
mangkoknya. Indra mengangguk-angguk tanda membenarkan omongan Fajar.
“Hari ini kayanya gue bisa.” ucapku
menaruh jus jambu ini di atas meja.
“Yosh. Ganbatte.” ucap Resha dengan
tawanya lalu lanjut makan. Kami bertiga jadi tertawa.
“Mau ikut, Re?” godaku. Dia
tersenyum ke arahku sambil menggelengkan kepala.
“Di tempat biasa ya, Ar.” kata
Indra. Disambung Fajar.
“Jam 5 sore.”
“Okey.”
Kami pun lanjut menghabiskan makanan
di kantin—di café ini. Hhaa. Menunggu berakhirnya jam istirahat yang begitu
lama, 30 menit.
Futsal.
Olahraga yang paling disukai Indra. Kalo aku sih biasa-biasa aja. Kkekeee.
Mungkin semua hal, aku menyukainya
dengan cara biasa-biasa saja. Suka tapi tak begitu fanatik, seperti Indra
dengan futsalnya. Yap. Dan sekarang kami akan mulai memainkannya. (harus cari
info dulu tentang futsal.hhee :3 1 paragraf di kosongin yaa,^^)
Permainan berakhir dengan skor
imbang. Muka Indra dan Fajar keliatan sedikit kecewa. Kalo Resha ada di sini,
dia pasti bilang “daijoubu” yang kalo diartiin ke bahasa Inggris “don’t worry”, bisa
juga jadi kata tanya, “daijoubu?” di jawab “daijoubu desu” artinya “are you
oke?”,“I am fine”.
“Ar, cek hape lo deh.” ucap Indra
memegang hape dengan tangan kiri dan tangan kanannya memegang anduk mengelap
keringat di wajahnya. Aku pun mengambil hape di dalam tas segera. Dua pesan
diterima. Bip.
“Ganbattee,^^.”
Bip.
“Aku udah nemuin alamat Romi.^^”
Indra
menghampiriku. Aku menatap hape ini dengan seksama. Membaca ulang sms kedua
dari Resha tadi. Sudah dikirimnya 1 jam
yang lalu.
“Ar, Romi itukan yang dibilang
kepsek ngga ngikut PD.” aku mengangguk-angguk.
“Jangan-jangan dia kesana ya?”
“Bisa jadi.” kataku sambil membaca
ulang lagi sms Resha. “Udah sejam yang lalu.” ucapku.
“Berarti…”
Sepanjang perjalanan pulang aku
kepikiran sms Resha terus. Dari mana dia dapat alamat Romi? Kenapa juga dia
pergi sendirian??
Pagi
yang cerah dengan sedikit hembusan angin. Awan yang tipis bersisik. Lagi
banyak ikan nih di laut. Gumamku sambil sedikit menengadah.
“Ar.” suara yang lembut mengejutkanku. “Lagi
liat apa?”
Aku tiba-tiba
menghentikan langkah.
“Kemaren aku ke rumah
Romi lho.” katanya dengan senyum. Aku hanya memandangnya.
“Sendirian kamu?”
Dia menggelengkan
kepala, “bareng kepsek.” Aku melanjutkan langkah sedikit memalingkan wajah darinya.
Bingung apa yang sebaiknya aku ucapkan.
“Ar, dia orangnya baik
kok.” katanya lagi sambil menyamai langkah kakiku. Aku tersenyum padanya.
Sebenarnya aku agak khawatir tapi kayanya di baik-baik aja.
Ada kepsek lagi di
gerbang. Lagi ngobrol dengan beberapa murid. Dia melihat ke arahku dan Resha.
“Pagi, Pak.” sapa Resha.
Aku diam saja. Biasanya ngajak ngobrol kami tapi kali ini ngga, mungkin karena
lagi ngobrol dengan murid lain. Bagus deh, pikirku. Kami pun berlalu begitu
saja.
Hari ini jadwal piketnya
Resha dan Indra, aku pulang duluan tanpa menunggu mereka—ada yang harus aku
kerjain di rumah. Ternyata ada kepsek lagi di gerbang sekolah. Beberapa murid
menyapanya. Pandangannya terarah padaku. Serasa kakiku ingin melangkah
cepat-cepat melewatinya.
“Ar.” panggilnya. Ingin
aku meneruskan langkah tapi malah terhenti. --,
“Iya, Pak.”
Kami berjalan beriringan
keluar gerbang.
“Kemaren saya dan Resha
udah nemuin Romi.”
“Baik, Pak.”
“Kamu khawatir?”
“Saya khawatir katanya
Bapak ngga tau harus ngomong apa.”
“Kan ada Resha.
Hahahaaa.” aku menoleh padanya. “Dia bilang mau ikut pd lagi kalo satu klub
sama Resha.” katanya sambil sedikit senyum ke arahku. Hah? Aku semakin
penasaran menatapnya.
“Jadi, alasan dia ngga
ngikut pd selama ini?”
“Dia bantuin orangtuanya
kerja.”
“Kenapa?”
“Ayahnya sudah
meninggal. Punya ade 2 dan ibunya sakit-sakitan.” sedikit terkejut aku
mendengar penjelasan kepsek.
“Dia bisa diterima
di Miruku karena IQnya yang lumayan tinggi. Juga keliatan kaya orang yang
jujur.”
Jadi, kepsek nerima
murid disini bukan karena apa pekerjaan orangtuanya atau seberapa besar
penghasilan orangtuanya, melainkan dari kepribadian anak itu sendiri!
“Lalu apa yang bakal
Bapak lakuin?”
“Mungkin…memperkerjakan
dia di perusahaan.” dia sedikit memelankan langkah. “Awalnya dia menolak kami
bicara dengan dia. Mungkin dia lupa kalo saya ini kepala sekolahnya -,- . Tapi
Resha berhasil ngedeketin adenya, terus adenya ngerayu kakanya supaya mau
ngobrol sama kami. Ternyata orangnya baik kok.” katanya tertawa. “Kamu ngga
perlu khawatirin Resha.” katanya menepuk pundakku. What? Dia tau yang aku
pikirin ya. Dia menghentikan langkah. “Keliatan nampak banget di wajah
kamu, Ar.”
“Saya khawatir kalo
Resha pergi sendirian, Pak.” tegasku. Dia tertawa.
“Lain kali kamu dan
Indra datangin juga ya tu si Romi. Ajak Resha juga. Kalo perlu ajakin Fajar
sekalian.”
“Baik, Pak.”
Dia pun kembali ke
sekolah. Dan aku melanjutkan langkah. Sedikit malu sendiri karena sudah terlalu
jujur dengan kepsek. :v
Cukup ingin tau
aku gimana kehidupan si Romi itu. Aku ajak Resha, Indra, Fajar juga. Ternyata
benar yang dikatakan kepsek. Saat kami ke sana Rominya lagi kerja di kebun
bantuin ibunya. Bukan kebun sendiri melainkan jadi buruh di kebun orang lain.
Ya. Ibunya keliatan tua tapi mungkin umur beliau sama aja kaya ibu ane. Kadang
batuk-batuk waktu ngobrol sama kami. Rumahnya sangat sederhana, batu bata merah
tanpa di plester semen.
Kami bicara lumayan
banyak dengan Romi. Keliatan dari wajahnya kalau dia cukup tertekan. Mungkin
karena beban ekonomi keluarga dan dia yang menjadi tulang punggungnya. Membayar
biaya sekolah dua orang adenya. Yang satu SMP dan satunya baru kelas 2 SD. Dia
bekerja keras bersama ibunya yang cukup renta.
Biarpun kami tau
kenyataan keseharian dia begitu, tetap kami sarankan agar dia ikut
pd(pengembangan diri) di salah satu klub—terserah maunya dia. Awalnya menolak
dan terus kami bujuk, juga Resha. Kami bilang bahwa hanya untuk sisa waktu di
kelas X ini, kelas XI nanti dia akan dipekerjakan di perusahaan kepsek.
Akhirnya dia mau dan memilih seklub dengan Resha—desain. Dan ibunya pun
mengijinkan.
Sore ini, sore
Sabtu yang teduh, semua murid Miruku yang kelas X menghadiri klub pd
masing-masing. Aku pun dengan klub voliku. Hahaa. Indra di klub basket, Resha
di klub desain, dan Fajar di mana ya? Kkekee. Kepsek juga ikut hadir setiap
kali pd di sore Sabtu dan Kamis buat ngeabsen murid-muridnya.
Bercucuran keringat aku
bermain voli di bawah langit langsung—lapangan pasir buatan. Belum terlalu jago
sih, tapi lumayan lah.
“Waktu istirahat 15
menit.” ucap ketua klub voli khusus cowo yang aku ikuti ini. Terpikir untuk
membeli minum di kantin, 15 menit pasti cukup kalo lari. Ngga sengaja
aku ngelewatin ruang klubnya Resha. Berisik amat. Aku coba ngintip sedikit dari
jendela. Loh?!