Sampai
pulang sekolah pun Gita tetap menasehati sahabatnya yang sedang galau itu. Gita
merasa pengorbanan Bimo selama ini sudah sangat full hanya untuk seorang Winda
yang tidak bersyukur sudah dicintai Bimo. Gita saja sempat merasa iri.
Gila! Kenapa coba cowo sebaik dan
seganteng Bimo bisa suka sama seorang Winda? Cinta cinta… emang buta. Winda
yang selalu datang telat, suka berimajinasi yang aneh-aneh, jarang mandi, makan
minum sembarangan. Pokoknya serba sembarangan. Huh…
Setelah
seminggu mereka putusan, Bimo ngesms Gita.
“Git,
gue beneran sayang sama Winda. Gue ga bisa hidup tanpa dia. Cuma dia yang gue
sayang Git. Git, please bantuin gue buat balikan sama Winda. Please Git…”
“Terus
gue harus bilang iya gitu?”
“Ya
iyalah. Lo temen Gita, lo temen gue juga.”
“Sejak
kapan kita temenan?”
Sementara
itu, Edo, salah seorang sahabat Bimo mulai mendekat-dekat dengan Winda. Coba
membujuknya agar mau balikan lagi dengan Bimo.
Seorang
teman mantan pacarnya sekarang duduk di depannya untuk membicarakan hal yang
sepele menurut Winda. Winda menatapnya dingin.
“Win,
lo kenal gue kan?”
“Ga.”
“Cowo
paling popular, gue kan anak basket.”
Tatapan
Winda makin dingin sambil mengaduk gelas jus melonnya.
“Win,
lo tau Bimo kan?”
“Tau.”
“Cowo
paling romantis di sekolah.”
“Biasa
aja.”
“Kapten
basket.”
“Terus?”
“Win,
lo tau ga? …”
“Gue
ga mau tau.” Winda yang mulai kesal coba meninggalkan Edo di kantin itu.
“Kenapa lo, Win?”
Tanya Gita melihat sahabatnya masuk ke kelas dengan muka dinginnya.
“Gue
ketemu hantu sekolah.” Menengok ke sahabatnya.
“Edo?”
“Ko
tau.”
“Ha
hah… Cuma nebak aja sihh.” Kata Gita. “Dia ngomong apa aja sama lo?”
“Udah
lupa.” Tertawa ke sahabatnya.
“Iiihhh,
gaje deh!” balas tawa.
Sedetik
demi detik. Sehari demi hari. Hati Winda mulai terbuka untuk menerima kehadiran
Bimo di waktu-waktunya. Tanpa menyerah Bimo terus mendekati walau harus banyak
berkorban. Dia sama sekali tidak peduli. Asalkan bisa bersama Winda. Membalas
senyum Bimo, membalas sms Bimo, dan membalas obrolan Bimo yang garing ditambah
kacang-kacang Edo. Untung ada Gita yang menolongnya dengan coklat caramel
lembut ditambah wafer renyah. (#BengBengpinanya==’) Akhirnya mereka berempat
pun mulai akrab dan saling curhat menyurhat bertukar pikiran.
“Eh
lo pada tau ga?”
Gita,
Winda, Bimo, melihat ke Edo.
“Apaan?”
“Ada
yang CLBK nihh.”
“Ishh.”
Ringis Bimo.
“O
ya?” Tanya Gita sambil memandang sahabatnya. “Dari kapan? Kok elo ga ada cerita
sih Win?” Winda yang ditanya cuma senyum-senyum santai.
“Ehemmm.”
Dehem Bimo. “Gue ga nyangka Winda mau nerima gue lagi.” Menatap Winda.
“Yahh,
sebenarnya gue masih coba-coba aja dulu.” Sahut Winda dengan muka bercanda.
“Whatt?!”
“Ehehe…
ya ga lah.” Tambah Winda, setelah dua bulan ini gue ngerasa ada sesuatu yang
beda kalo ngeliat Bimo.” Gita dan Edo saling bertatapan.
“Lo
serius Win?” Gita coba meyakinkan.
“Lo
ga pura-pura kan Win?” Edo menambahi.
“Tanya
aja ke Bimo.”
“Gue
sih yakin-yakin aja.” Mereka saling tertawa.
Tapi sebenarnya
dalam hati Winda masih ada keraguan. Sama juga dengan Bimo. Sebenarnya mereka
benar-benar saling suka atau cuma mencoba-coba untuk suka?
Hari
ini Sabtu. Malam ini Minggu. Jalan-jalan…
Bimo
pun mengirimi sms ke Winda.
“Win,
jalan yuk.”
“Kemana?”
“Yaaa
kemana aja. Yang penting sama elo.”
“:s”
“He
he, lo mau ga?”
“Tapi
kemana dulu?”
“Makan.”
“Tadi
lo ngajak jalan, ini malah bilang makan.==”
“Maksud
gue makan dulu baru jalan.”
“O
ya?”
“Iya
lahhh.”
“Ok.”
“Ok?
Lo serius mau Win?”
“Ga.”
“Tu
kan.”
“Iya
iya gue mau. He he.”
“Nah
gitu dong. Itu baru namanya bidadari gue.”
“:P”
“Love
you.”
Mereka
pun jalan berdua. Keliling-keliling taman. Makan-makan. Keliling-keliling taman
lagi sambil makan es krim. Saling bercanda dan bercerita. Lalu duduk-duduk di
suatu ayunan.
“Win,lo
liat deh bintang di langit.” Menengok ke atas.
“Gue
ga bisa liat.” Menoleh Bimo ke Winda. “Bohong dehh.”
“Ihh
gaje banget sii.” Sambil mengusap-usap kepala Winda.
Mereka
saling bertatapan. “Deg” dalam hati Winda.
“Kenapa
lo?”
“Ga
apa-apa ko.” Berhenti bertatapan.
“Win,
sebenarnya lo sayang ga sih sama gue?” Menatap Bimo.
“Gue
suka sama lo.” Jawab Winda.
“Gita
bilang dulu lo ga suka banget sama gue.”
“Gita
bilang gitu?” Melihat ke langit. “Itu kan dulu sekarang udah beda.”
“Tapi
gue yakin sekarang lo ga pura-pura lagi.”
“Dari
dulu gue ga pernah berusaha pura-pura. Cuma mungkin lo ngerasa pura-pura.”
Jawab Gita. “Itu pertama kalinya gue ditembak langsung sama cowo dan cowo yang
ga gue kenal. Gue salut sama lo dan gue kira gue bisa ngebales cinta lo jadi
gue nerima.” Bimo memperhatikannya benar-benar. “Ternyata setelah sebulan gue
ga bisa. Perasaan gue tetap datar.”
“Terus,
kenapa sekarang lo mau nerima gue?”
“Karena…
gue udah ngerasa sesuatu.” Saling bertatapan. “Hati gue sesek waktu ngeliat lo
deket sama Gita. Kalian sering ketawa bareng. Sering smsan, curhat-curhatan.
Padahal lo bilang dulu lo ga bisa hidup tanpa gue.”
“Gue
sering curhat ke Gita tentang elo. Karena dia teman lo yang paling deket.”
“Yaaa,
gue tau. Lo ngajak gue balikan lagi juga gara-gara disuruh Gita kan?”
“Ko
tau.”
“Ya
iyalah. Semua hal gue tau.”
“Gaje.”
Mereka
tertawa bersama terlarut dengan waktu terbawa bulan bintang di langit malam
yang kesepian.