Jumat, 26 Juli 2013

Ordinary Nichijou desu !!!!!


#bingung harus nulis apa wkwkkkk gimana kalo flashback ke kehidupan kecil Fajar ama kepsek Jerry :D
                        Hari ini adalah hari ulang tahun Jerry yang ke 17 dan hari ulang tahun Fajar yang ke 10. sudah menjadi tradisi bagi mereka untuk saling tukar kado. Ya walaupun uang beli kadonya minta sama mama yang sama. Hahaa(apalucu’ny-,-) Saban kali menerima kado dari Jerry muka Fajar selalu keliatan ngga senang.
                      “Pasti kotaknya hitam putih.” sambil melirik sinis ke kotak kado yang di bawa Jerry. Dia benar-benar ngga suka dengan hitam putih. Pertama kali dia menerima kado dari Jerry, dia menangis keras sekali. Kotak kadonya berwarna hitam putih dan bergambar tengkorak. Belum lagi isinya, boneka nightmare yang tampangnya begitu menakutkan.
                        Sedangkan Jerry, selalu menerima kado berwarna-warni dari Fajar. Yap. Kebalikannya, Jerry sangat ngga suka dengan hal yang terlalu cerah berwarna.
Dan sekarang setelah 7 tahun berlalu, mereka masih melakukan kebiasaan lama itu. Sedikit berbeda karena mereka sekarang hanya duduk berdua di meja makan dengan kue tar dan nyala beberapa lilin di atasnya.
                        “Bang.”
                        Jerry menoleh pada adiknya.
                        “Hitam putih lagi ?”
                        Mereka berdua saling mengeluarkan kado. Masih warna-warni kotak persegi kecil di tangan Fajar dan kado hitam putih kotak persegi besar di tangan Jerry. Lalu mereka saling lempar. (+.+)
                        “Liat dulu isinya.” ucap Jerry sambil menarik kado di depannya.
                        Fajar langsung beranjak ke kamarnya dengan kado di tangan. Jerry cuma memperhatikannya dari meja makan. Beberapa saat sesudah fajar ngga keliatan lagi Jerry langsung buka itu bungkusan kado yang dia terima.
                        Reaksinya sih santai aja…tapi dalam hatinya lumayan senang. Boneka kodok hijau mata besar di dapatnya. Dia memainkan boneka itu lalu berkata sendiri.
                        “Moshi moshi. Kore wa Fajar desu. Yoroshiku. Kkekekee.” ucapnya lalu pergi meninggalkan dapur, memeluk kodok itu di dadanya. Melirik sedikit ke pintu kamar Fajar sebelum masuk ke kamarnya sendiri.
Awan agak mendung mengawali pagi ini. Mulai sekolah lagi, pakai tas lagi, dan bertemu teman sekelas lagi. Pagi Senin setelah Minggu berlalu.
                        Dengan berlari kecil Resha mengejar Arsy yang sudah sedikit jauh berjalan di depannya.
                        “Ohayo.” katanya memelankan langkah di samping Arsy.
                        “Ya. Agak mendung nih.” Ucap Arsy menengadah ke langit. Resha angguk-angguk.
                        “Kamu bawa payung?”
                        Arsy menoleh ke Resha, “Y engga lah. Masa anak cowo bawa payung. Kkekekee.”
                        Resha tersenyum, melihat ke arah lain.
                        “Re !!!” seseorang berteriak dari ke jauhan dengan lambaian tangan. Resha ikutan ngelambain tangan.
                        “Indra.” katanya, tersenyum padaku. Dalam hati ane juga tau wkwkkk. Aku tersenyum saja padanya yang berlari mengejar Indra. Mereka menungguku di depan gerbang sekolah.                  
Hah! Ada Pak Jerry juga. Kenapa harus ada perasaan agak takut gini ya waktu ngeliat Pak Jerry. -,- Dia ketawa ke arahku.
                        “Lagi senang ya Pak?” tanya Resha.
                        “Biasa aja. Hahahaa.”
                        “Pagi, Ar.” katanya menepuk pundakku.
                        “Iya, Pak.”
                        Diapun berlalu begitu saja. Kali ini ngga nanyain tentang adenya.
                        “Ar.” suara Indra mengejutkanku.
                        “Apa an?”
                        “Kepsek bilang makasih karena kita udah mau jadi temennya Fajar.”
                        Aku agak ternganga. Apanya yang teman? Baru juga sekali ngomong kemaren. -,-
                        Tiba-tiba Resha mendekatkan wajahnya ke bahuku dan membisikkan sesuatu, “Hari ini kepsek ultah, lo.”
                       
Kami ketemu Fajar di kantin sekolah yang menyerupai café. Mukanya sedikit keliatan ngga semangat.
                        “Santai aja, bro. sekali-kali kalah kan ngga masalah.” hibur Indra. Rupanya kalah main futsal kemaren ya.
                        Dia membalas dengan hanya sedikit tawa lalu kembali menyeruput jus jambu di gelasnya. Melirik ke Resha yang terus menatapnya dengan senyum tiada henti. (waduh.-o-)
                        “Daijoubu.” ucap Resha.
                        Fajar memandang Resha dalam-dalam, “Kamu punya kaka cewe kan?” tanyanya.
                        “Iya.”
                        “Dulu dia sering ke rumah lho.”
                        Hah! Aku dan Indra bertatapan shok. Berarti kakanya Resha temen Kepsek dong.
Huft. Ternyata Resha ngga tau apa-apa tentang kehidupan SMA kakanya. “Waktu itu aku tinggal di Jepang.” ujarnya. De mo…kenapa jadi ane yang bingung ? :3 Sesuatu dari diri Kepsek yang agak tertutup, jadi keliatan menarik.
Berjalan hari tak terasa, begitu cepatnya kebersamaan kami berjalan mengikuti alur waktu.
                        “Tolong manfaatkan benar-benar sisa waktu kalian untuk menghadapi ulangan akhir semeseter pada dua bulan ke depan.” kepsek berpidato. “Saya harap tidak ada yang tinggal kelas maupun meninggalkan kelas.” Murid-murid mendengarkannya dengan seksama tanpa ada suara sedikitpun, begitu hening di pagi yang sedikit berawan.
                        Upacara dibubarkan setelah 1 jam berlalu, berdiri di bawah langit sedikit berawan tapi bukan mendung. (kkekee) Ingin cepat-cepat aku berlari ke kelas karena ada pr yang belum selesai. Hhahaa
                        “Ar.” aku mendengar suara di belakang memanggil. Dia berjalan ke arahku, kepsek.
                        “Ada apa ya, Pak.”
                        “Pulang sekolah ini temuin saya di ruang kepsek, ya.”
                        “Memangnya kenapa, Pak.”
                        “Ada yang mau saya bicarakan.”
                        Whatt?!! Jangan-jangan dia tau ane belum nyelesain peer. :3
                        “Baik, Pak.”
                        Dia pen pergi dengan tangan terselip di kantongnya. Selalu begitu gayanya seperti santai sekali. Hidupnya ngga ada beban ya. Hmm.. Aku menoleh, uwo ternyata Resha dan Indra mengintip pembicaraan kamitadi dari ventilasi kelas.
Akhirnya pulang sekolah ikut juga mereka ke ruangan kepsek, di samping perpustakaan. Ruangan yang bercat abu-abu dengan ornamen putih, ruangan yang ngga terlalu gelap dengan jendela kaca besar. Nuansa hitam-putih yang begitu terasa.
                        “Silakan duduk.” katanya mempersilakan duduk di kursi tamu. Sofa hitam dengan sedikit garis putih.
                        “Maaf sebelumnya, Pak.” kataku, “Teman saya yang berdua ini maksa buat ikut.” Resha dan Indra melirikku.
                        “Hahaa ngga masalah. Sebenarnya saya juga mau manggil mereka tapi tadi ngga ketemu. Wkwkk.” Indra dan Resha tertawa mengikuti kepsek, tawa mereka hampir menggelegar di ruangan besar ini.
                        “Jadi…ada masalah apa ya bapak nyuruh kami ke sini.” aku memecah tawa mereka. Terdiam sejenak dia menatapku.
                        “Begini. Ada satu anak cowo dari kelas D4 yang ngga ngikutin kegiatan klub selama beberapa bulan ini. Itu kelas tetangga kalian kan?” kami bertiga mengangguk-angguk. “Saya ingin kalian bicara dengan dia, buat dia mau ngikutin kegiatan di klub. Yang mana aja terserah.”
                        “Kenapa bapak ngga langsung tanya ke orangnya aja ?” tanya Indra.
                        “Karena…saya bingung gimana cara ngomongnya. -.-”
                        “Dan juga kami ngga punya wewenang apa-apa buat maksa dia.” kataku.
                        “Kalian punya sebagai teman untuk saling mengingatkan.”
                        Apaan? Kenal aja ngga -,- gumamku dalam pikiran.
Tanpa banyak pikir langsung saja Resha bilang setuju. Indra pun akhirnya mengiyakan. Ya…apa boleh buat. Sekali waktu membantu kepsek yang pemalu ini. _._
                        Gimana orangnya ya ? Orang yang namanya Romi itu. Di kelas D4, kelas tetangga kami. Mending sms Resha dah.

Minggu, 07 Juli 2013

Ordinary Nichijou desu !!!!



“Pagi, Pak Jerry.” sapanya begitu sumringah.
Pak Jerry ? Keren juga namanya. Aku cuma senyum sedikit menundukkan kepala padanya.
            “Pagi. E……gimana kalian sudah ketemu adik saya ?”
“Belum, Pak.”
“Sudah saya duga. Kalian pasti bingung nyariin orangnya.”
“Kayanya bapak sayang benget sama ade bapak.” kata Resha dengan senyumannya.
“Keliatan ya, hahahaaa.”
Jahh dalam pikiranku.
“Memangnya ade bapak itu ngga punya teman apa ?” tanyaku sambil memalingkan wajah sedikit takut jika harus menatap matanya.
“Kurang tau sih.”
Jahh -,-
“Eh…sini sini.” katanya, kamipun mendekat. “Itu yang pake tas putih.” katanya sambil menunjuk-nunjuk.
“Banyak kali pak yang pake tas putih.” sela ku.
“Bener juga. Itu tu yang itu lagi jalan sama…siapa tuh.”
Kami mengamatinya.
“Indra !” sebut Resha spontan.
“Jangan terlalu dipikirin, Ar..” hibur Resha. Aku tersenyum padanya.
“Iya nih. Entar gue bantuin deh.”
                       
Angin pagi yang begitu segar, baru jam setengah tujuh pagi aku sudah beranjak dari rumah dan bertemu Resha lagi. Mukanya begitu bersinar tak lupa senyum tulus disana.
“Morning, Ar.”
“Hai.”
Kami pun berjalan beriringan.
“Apa pagi ini kepsek ada di gerbang lagi, ya ?” kata Resha sambil memandang ke depan.
“Ngga mungkin deh.”  kataku sedikit tertawa membuatnya menoleh padaku.
“Ada tuh.” ucap Resha saat gerbang sudah nampak.
“………”
“Kayanya beliau lagi nungguin orang tuh. Hehe.”
“Nakut-nakutin, yah.” kataku sambil menarik tasnya. Dia menoleh dan tertawa.                  

“Hebat lo In bisa temenan sama adenya kepsek.” bisikku saat Bu Diah sedang menuliskan soal matematika di papan tulis ke Indra yang duduk di sebelahku.
            “Gue juga ngga tau kalo dia adenya kepsek.” ucap Indra tenang sambil terus menyalin soal ke buku catatannya.
            Aku tak menoleh darinya, “Emang lo kenal dia dimana ?”
            “Gue sering main futsal aja sama dia.”
            “Gue juga main tapi kok ngga pernah ketemu ya ?”
            “Itu karena elo mainnya setahun sekali. Hahahaa.” tawa Indra nyaring membuat Bu diah menoleh.
            “Indra ! Kamu kerjakan soal nomor satu sampai lima.” perintahnya lalu lanjut menulis. Indra menoleh padaku.
            “Elo sih ngajak gue ngobrol.” katanya mengeluarkan kepalan tangan. Aku tersenyum dan mulai menyalin soal di papan tulis.
            “Entar gue bantu ngerjain deh.”
            “Beneran lo.”
            “Tenang aja. Lo tau kan nilai matematika gue berapa di rapot. Hahahaaa.” kataku agak pelan sih takut kedengaran juga sama Bu Diah.
“Duhh gugup banget gue tadi pas disuruh Bu Diah maju ke depan. Gara-gara elo si Ar..”
            “Hahaa…lo juga ngerespon omongan gue.”
            Resha cuma tertawa melihat kami berdua.
            “Indra !” teriak seseorang dari kejauhan. Kami pun menoleh.
            “Siapa In ?” tanyaku.
            Dia berlari ke kami sambil memegangi topi sekolah di tangannya, menarik tali tas ranselnya.
            “Fajar.” ucap Indra. Aku dan Resha saling melirik tersenyum. Heheheee. Aku tau yang dipikirkannya.
            “In, hari ini jadi main kan ?” tanyanya sedikit ngos-ngosan.
            “Jam 4 ya.”
            “Sip.” Dia melirik padaku. “Lo ikut juga ?”
            “Ngga.” aku menggelengkan kepala.
            “Ikut aja. Ngga papa kok. Makin banyak makin rame.” katanya tertawa.
            “Aku ngga di ajak yah ?” tanya Resha bercanda. Kami bertiga tertawa melihatnya. Diapun ikutan tertawa.
            “Mau ikut lo Ar ?”
            “Entar gue cek jadwal dulu deh.”
            “Sok sibuk lo.” ucap Indra sambil memukul bahuku.
            “Ya udah. Gue balik duluan ya.” kata Fajar lalu pergi. 
“Kepsek ngga kenal adenya ya ?” tanyaku sambil terus mengamati kemana Fajar pergi. “Dia bilang adenya sulit nyari temen.” Resha angguk-angguk dan Indra entah melihat kemana.
            “Pak.” ucap Indra mengagetkanku dan Resha. Aku menoleh. Pak Jerry…
            Ternyata masa kecil Pak Jerry lebih parah dari gue. Ngga disukai adenya sendiri ! Kalo gue mending, cuma ngga disukai binatang. Kekekeee. Pantes dia ngga tau apa-apa tentang Fajar, mereka ngga akrab. Tapi kenapa jadi gue yang repot ya ? Hmmm… Resha mungkin mikirin hal yang sama kaya gue.
            Minggu besok Indra ngajakin aku jogging. Memang tu anak sukanya olahraga. Hampir semua olahraga dia bisa, kecuali satu, bulu tangkis. Tapi…dia ngga suka apa ngga bisa ya. Wkwkwkwkkkk.
            “Ar…ngapain kamu ? Ngerjain peer ??” tanya kakaku mengetok pintu kamar. Aku langsung bangkit tanpa menjawab pertanyaannya, membuka pintu putih ini. Aku menatapnya. “Makan sana.” aku cuma melongo. “Mba sama Ibu mau pergi bentar.”
            “Pantesan bajunya kece.” sindirku mencandainya. Dia tertawa lalu turun ke bawah dan aku mengikutinya dari belakang. “Mau kemana sih mba ?”
            “Ada deh. Ini urusan cewe.”
            Aku melirik Ibu yang sedang menyiapkan makan ku. Dia tersenyum sambil menuangkan air ke gelas. “Mau kemana sih, Bu.”
            “Ada deh…”
            Ibu ikut-ikutan ngejawab gitu.
“Kok Ibu aku cantik banget sih.” godaku sambil mengaduk nasi di piringku.
            “Godain ibu-ibu ntar dilaporin ke komnas HAM kamu.” kata Ibu sambil memukul lembut kepalaku. Kaka cuma tertawa dengan jeruk ditangannya. “Jaga rumah ya, Nak. Kalo mau jalan kunci pintunya taro di bawah karpet atau di pot depan.” perintah ibu.
            “Ngga mungkin lah bu si Arsy jalan sabtu malam gini, dia kan ngga punya pacar.” ejek kaka lalu berlari ke belakang ibu.
            “Iish.”
            Malam ini malam minggu ?Terus apa masalahnya ?!!!!!!

Selasa, 02 Juli 2013

Ordinary Nichijou desu !!!


Biodata Kepsek :
  Fardian Jerry Nugraha
  17 Juli 1990
  170 cm
  57 kg
  Memasak dan belajar
  Astronot
  Ngga pernah follow social media apapun #dgnkatalain:gaptek.x))
  Lahir dari keturunan darah biru ngga membuat dia sombong. Dipercaya jadi kepsek Miruku sejak umur 21, setelah kakeknya meninggal.
  Sifat : Agak kekanakan dan kurang dewasa tapi mampu mengambil keputusan dengan tepat dan memberi sanksi dengan tegas tanpa ragu. Bukan orang yang mudah dipengaruhi dengan kata lain berpendirian kuat.
  Kalo soal percintaan kaya’ny lebih gagap dari teknologi deh. Dia belum pernah pacaran sampai umur 23 ini, cuma pernah suka sama cewe sekelasnya waktu di SMA. Takut ditolak jadinya ngga nyatain perasaan
            #kkukuukuu :3
  Punya satu kakak cewe (30 tahun) dan satu adik cowo (16 tahun). Adik cowonya juga baru masuk Miruku lo..hhihhii

#suka-sukagueiniygbikinceritanya.-,-kkekekee

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Hari pertama di Miruku rasanya lumayan juga. Bertemu orang-orang yang begitu disiplin, seperti Resha yang ngga banyak perotes.
“Wajib ikut ekskul yah..” sebut Resha.
“Mau ikut ekskul apa kalian ?” tanyaku sambil menyedot jus kacang hijau, bersantai menikmati jam istirahat yang begitu lama ini, 30 menit.
“Gue kayaknya basket.” jawab Indra.
“Aku…mungkin ikut klub desain.” jawabnya tersenyum. Manis sekali.
“Lo sendiri gimana, Ar?”
“Gue males ikut ekskul. Wkwkwkkk.” aku menoleh, ternyata kepsek berdiri di belakangku tiba-tiba. Berhenti langsung aku menyeruput minumanku.
Dia menepuk pundakku.
“Ngga minat ikut ekskul ?”
Aku gemetaran tapi ku jawab saja, “i..iya, pak.”
Beliau duduk bergabung dengan kami. Tepat di depanku, di samping Resha.
“Dilarang keras buat murid di sini kalo ngga ikut kegiatan apapun.” ujar kepsek. Aku melihat seksama wajahnya yang seperti serius itu. Indra menyenggol kaki ku di bawah meja. Resha juga senyum ke arahku. “Kalau kamu ngga minat ikut ekskul maka..” sambil menyeringai padaku. “Kalian akan dipekerjakan. Hahahaaa.” katanya santai sekali, kali ini dia mulai main-main sepertinya.
“Kerja, Pak ? Bukannya kalo yang sudah kelas dua baru boleh kerja ?” tanya Resha begitu penasaran.                 
“Yaa…daripada ngga ada yang dikerjain.”
“Memangnya kerjaannya apa, Pak ?” tanya Indra yang juga penasaran.
“Ngejagain tikus.” dengan muka serius. Kami saling berpandangan. “Hahahaa……ngga ngga. Kerjanya paling cuma ngetik atau ngejagain telpon.” Aku mengangguk-angguk. “Tapi kalo yang buat kelas dua kerjanya diberatin sih.”
“Apa waktu belajarnya ngga ke ganggu?” tanyaku.
“Tergantung mereka bisa ngatur waktu apa ngga.”
“Kayanya mending ikut ekskul, deh.” kataku pelan. Kepsek menatapku lagi.
“Tapi kalo kerja dapat duit lo. Eh..tapi jangan bilang-bilang yang lain nih. Anak kelas satu emang diwajibin ikut ekskul dan belum boleh kerja. Saya nawarin kerja cuma ama kalian.” katanya berbisik-bisik. Kami berempat jadi saling bertatapan dan jadi tertawa.
Gimana sih, ini kepsek ngga konsisten banget. Mungkin itulah yang ada dipikiran kami sekarang.
“Ya sudah. Kalian belajar bener-bener yah. Santai aja tapi jangan main-main.” diapun berdiri beranjak pergi. Dari belakang beneran keliatan kaya anak SMA loh. Pakaiannya yang begitu santai dan sepatu kets yang dipakainya. Apa dia serius menjalani perannya sebagai kepala sekolah ?

Gimana Ar, sekolah barumu ?” tanya kakaku saat makan malam.
“Lumayan.”
“Udah ketemu kepseknya ?”
“Seberapa populer sih mba itu kepsek ?” pertanyaanku jadi menyimpang.
“Aku juga belum pernah ngeliat orangnya. Hahahaaa.”
“Loh.”
“Kan aku lulus sebelum dia menjabat di Miruku.” katanya lalu minum. “Denger-denger sih kepseknya belum kawin yah..”
“Katanya sih baru umur 23.”
“Tuh kan lebih muda dari aku.”
“Emang umur mba berapa?”
“Jahh. Umur kaka sendiri ngga tau kamu.” katanya sambil mengupas jeruk.
“Maklum lah. Ademu ini kan kena Alzheimer kadang-kadang. Hahaa.”
“Bulan Agustus ini udah 24.”
“Kapan jadinya mba nikahan ?kkekekee”
“Bentar lagi kok. :P”
“Bagus deh.”
“Ar…” seseorang memanggilku dari kejauhan. Dia berlari menghampiriku. Resha ternyata.
“Ngga di antar-jemput kamu ?” dia agak ngos-ngosan.
“Hhhh……rumah aku kan di dekat sini aja.” katanya menunjuk ke jalan di belakang.
Kami berjalan menuju gerbang sekolah yang kira-kira masih 50 meter lagi. #wadaww
“Kamu udah mutusin mau ikut ekskul apa ?”
“Kayanya voli aja deh.”
“Kenapa ?”
“Supaya bisa sering-sering ke pantai…hahaa.”
“Emangnya ke pantai ?”
“Ngga tau deng. Wkwkk.” dia jadi tertawa juga. Aku terkejut melihat kepsek yang sedang mondar-mandir di depan gerbang. Pagi-pagi gini dia udah ada di sekolah?
“Ada kepsek.” Bisik Resha. Aku mengangguk-angguk.
“Pagi, Pak.” sapa Resha dengan senyumannya.
“Pagi juga.” dia melirikku.
“Lagi nungguin siapa, Pak ?”
“Kalian lah..” ujarnya menepuk pundakku. Kami berdua jadi bingung. Baru hari kedua sekolah kepsek sudah seperti begitu mengawasi kami.
“Sudah bikin tanda pengenal ?” aku menatap bingung ke Resha.
“Udah, Pak. Ini..” kata Resha menunjukkan bordiran nama di bagian lengan kanan seragam cardigannya.
“Bagus. Kamu ?” tanyanya padaku. Aku memeriksa baju lengan kananku.
“Kayanya belum, Pak.” dia ikutan melihat.
“Buruan bikin.”
“Baik, Pak.” kataku spontan. Aneh sekali, kata-katanya begitu jauh mampu mengendalikanku.
“Tapi sebenarnya bukan itu yang ingin saya tanyakan.”
Aku dan Resha saling menatap bingung. Apa lagi nih?
“Begini…sebenarnya adik saya juga baru masuk sama dengan kalian. Tapi sayangnya kalian ngga sekelas.” dia memandang kami serius. “Dia sulit berteman dengan orang lain. Saya berharap kalian bisa menjadi temannya.” katanya.
“Tapi kami kan ngga kenal sama dia, Pak.”
“Benar juga.” ujarnya sedikit berpikir. Murid-murid lain mulai berdatangan sedikit melirik ke arah kami.   “Memangnya dia kelas berapa, ya ?” tanya Resha lagi.
“Kelas X-C3, namanya Fajar Rafiqi.” jawabnya sambil tersenyum  pada murid lain yang menyapanya. “Tapi rahasiakan sama yang lain ya kalo dia adik saya. Dia ngga suka kalo orang-orang tau saya ini kakanya. -,-” kakak yang tak dianggap.fufufu~ “Ya sudah. Cepat sana kalian masuk kelas.”
Kami mengangguk-angguk lalu berlari kecil. Masih agak bingung, aku kira muka Resha pun begitu. Adiknya kepsek, ya…

“Daritadi gue perhatiin muka lo agak beda, Ar.” ucap Indra saat kami berjalan pulang sekolah bersama dengan Resha juga.
“Tambah ganteng ?”
“Jahh. Tambah burem. Hahaa.” katanya memukul-mukul tasku.
“Ish..” seringaiku. Resha melihatku seperti memberi signal lalu dia tersenyum. “Gini, In. kita dapat amanah dari kepsek supaya temenan sama adenya yang juga baru masuk di sini.”
“Hah ? Ade kepsek ? Cewe yah ?”
“Cowo.” sahut Resha.
“Kalo cowo kan bisa cari teman sendiri.” ujarnya memandang ke depan. Aku dan Resha saling menatap bingung harus bicara apa.
“Kita juga belum ketemu orangnya kok.” tambah Resha.
“Satu kelas ama kita, ya?”
“Ngga dia kelas sebelah.”
“D4 ?”
“C3.”
“Terus apa masalahnya sampe-sampe muka lo burem gitu, Ar.”
“Ngga ada sih. Cuma gue bingung aja kenapa kepsek nyuruh kita ya ?”
Indra menoleh padaku, “Kita ?? Elo aja kalii wkwkkk.”