Aku
adalah anak umur dua bulan di sekolah menengah pertama ini. Yap. Kurang lebih
dua bulan yang lalu aku hanyalah anak SD. Demikianlah, aku merasa sudah cukup
besar dan kini aku yakin aku sedang merasakan cinta. Rasa yang begitu berbeda.
Aku sudah mengenalnya sejak hari
pertama masa orientasi. Dia kakak pembimbing di kelasku. Dia begitu pendiam,
tidak banyak bicara seperti kakak-kakak pembimbing yang lain. Hari itu adalah
hari pertama dimana kami berkenalan, hari pertama masa orientasi. Dia memperdengarkan
suaranya menyebut namanya dengan lantang dan senyuman manis di wajahnya,
menatap kami satu per satu. Rikaniya
Raisyah, ucapnya. Tentu tak berkedip aku memandangnya. Dia senyum. Aku rasa
kala itulah dia tersenyum paling lama.
Sejak saat itu aku merasa dialah
perempuan paling cantik ketiga setelah ibu dan nenekku. Hahaa… Sering hanya
ketika aku berpapasan di koridor. Dia hendak ke perpustakaan yang letaknya
berjarak dua ruangan dari kelasku—kelas 1 dan aku mau ke kantin yang letaknya
jauh di ujung sana—dekat kelas 3. Hanya aku yang menatapnya, dia tidak pernah
membalas tatapanku. Pernah sekali waktu aku sengaja menabrakkan bahuku padanya
yang sedang membawa beberapa buku—mungkin pinjam di perpustakaan. Namun dia
cuma bertunduk memungut bukunya yang terjatuh
dan langsung pergi tanpa mempedulikan orang yang menabraknya #loh?!hha. Sering
jika diparkiran kendaraan, aku memarkinkan kendaraanku sengaja untuk
menghalangi kendaraannya agar dia bicara padaku untuk cepat mengalihkan
kendaraanku. Tapi apa? Malah dia hanya menunggu sampai semua kendaraan habis.
Diam saja duduk di bawah pohon sambil terus memandangi kendaraannya yang antic
itu. Sesekali tertawa pada teman yang nenyapa, mungkin teman satu kelasnya.
Tidak bicara padanya selama waktu
itu sampai sekarang aku sudah kelas dua dan dia di kelas tiga. Dia akan ujian.
Aku pikir, “pasti dia bakal sering ke perpus untuk belajar.” Tapi sekarang
kelasku agak jauh dari perpus. Hm…tak apalah. Biar aku yang datang ke sana
untuk menengoknya setiap hari—dia akan meninggalkan sekolah ini tak lama lagi.
Ternyata aku benar dia ada di perpus
setiap jam istirahat pertama. Duduk di kursi nomor dua dari ujung. Membaca
dengan begitu serius dan kadang mencatat sesuatu. Dia ini…sangat rajin belajar.
Aku yakin dia akan lulus dan mendapat peringkat tinggi.
Hanya mengamatinya dari jauh. Kadang
aku coba lewat di belakangnya berpura-pura mencari buku. Berjalan sambil
meliriknya yang sangat serius belajar tanpa mempedulikan orang yang lalu lalang
di belakanganya, di sampingnya. “Manis sekali.” Gumamku. Wajahnya yang begitu
serius membuatku tersenyum.
Hasil ujian pun keluar di bulan
ini—April. Hari ini pembagian surat LULUS dan atau TIDAK LULUS. Kami kelas dua
dan kelas satu diliburkan hari ini. Tapi aku tetap datang dengan baju rumah,
menunggu Ka Rai—sapaan akrab untuknya, keluar dari gerbang ke sekolah. Aku akan
menebak bagaimana reaksi mukanya jika sudah membuka surat keramat itu. Hhaha…
Dan dia keluar beriringan dengan
ayahnya, mungkin. Aku belum mengenal keluarganya tentu saja. Dia membuka surat
itu perlahan menghentikan langkahnya. Reaksi wajahnya tidak bisa terbaca.
Langsung dia memberikan kertas itu ke ayahnya. Oh. Dia lulus atau tidak?
Esok harinya, kami, kelas dua dan
kelas satu hadir ke sekolah untuk melihat pengumuman tanggal ulangan akhir
semester. Sementara yang kelas tiga juga hadir untuk melihat pengumuman nilai
mereka yang juga di tempel di papan pengumuman. Aku membaca tulisan ini dengan
seksama, coba mengingatnya saja tak perlu di catat. Serius membaca dengan menempelken
tangan kiriku ke dinding seolah-olah berpikir, “ini gimana cara belajarnya?”
#hhahaa
Sesosok orang berkomat-kamit di
sebelahku—tiba-tiba ada. Sambil menunjuk pengumuman kelulusan dengan
jarinya…satu per satu nama dan berhenti tepat di namanya. Masih tanganku
menempel di dinding, memperhatikan ekspresinya yang tidak sesuai menurutku. Dia
menoleh padaku dan berkata, “aku beneran lulus.” Ucapnya dengan wajah yang
begitu menggambarkan kegembiraan. Aneh, pikirku. Dia pun berlalu begitu saja. Aku membaca
pengumuman kelulusan itu sekali lagi—yang ditunjuknya tadi. Dengan peringkat
172 dari 230 siswa. Apa yang membuat dia begitu bahagia? Padahal setiap hari
dia ke perpus untuk belajar. Apa yang dipikirkannya waktu menjawab soal ujian
kemarin sampai-sampai dia dapat peringkat jelek begitu. Seharusnya dia bisa
masuk 20 besar atau paling tidak 50 besar. Aku meliriknya yang begitu gembira
sambil berlari-lari kecil. Lalu aku menoleh lagi ke pengumuman tadi. Hah.
Ternyata umurnya lebih muda satu tahun dariku. Tertulis di sana tanggal lahir,
27 Agustus 1996. Aku 30 Desember 1995. Aku malah tersenyum sendiri, tertunduk
dan masih menempelkan tanganku di
dinding ini. Ternyata aku masih normal, menyukai perempuan yang lebih muda
dariku. Tapi apa salahnya jika menyukai orang yang lebih tua dari kita. Mungkin
itu juga masih bisa disebut normal.
Sekitar hampir dua bulan setelah
itu, aku sudah di kelas 3. Dan sekarang aku sudah tidak melihatnya di sekolah
ini. Begitu hambar… sekarang aku sudah jarang ke perpus. Tidak ada dia, untuk
apa ke sana. Mendekati ulangan akhir semester satu aku dapat informasi di mana
dia melanjutkan SMAnya. Disana, aku juga akan ke sana. Sebuah SMA yang lumayan
menjadi favorit dan memiliki akreditasi A.
Setahun sudah aku tidak melihat ataupun
bertemu dengannya. Tentu aku giat belajar untuk masuk di SMA yang sama
dengannya, tapi bukan di perpus seperti dia yang mendapat nilai jelek walau
setiap hari ke sana. Aku hanya di rumah dengan guru privat, adikku. Haahaa. Dan
peringkatku lebih baik dari dia, 51. Dengan peringkat
seperti itu tentu aku sangat percaya diri akan diterima di sekolah yang sama
dengannya.
Setelah setahun tidak bertemu, aku
rasa dia agak berubah. Mengenakan seragam yang berjilbab membuatnya terlihat semakin
cantik. Aku mendapatkan tanda tangannya saat MOS kemarin tapi dia tidak menjadi
mentor lagi. Dia mungkin tidak ikut OSIS. Dia sekarang kelas 2 dan aku kelas 1.
Sama seperti dulu—tentu saja dan masih sama seperti dulu aku menyukainya,
mengagumi atau entahlah. Walaupun dia tidak bicara padaku, aku hanya merasa
senang melihatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar