Selasa, 02 Juli 2013

Ordinary Nichijou desu !!!


Biodata Kepsek :
  Fardian Jerry Nugraha
  17 Juli 1990
  170 cm
  57 kg
  Memasak dan belajar
  Astronot
  Ngga pernah follow social media apapun #dgnkatalain:gaptek.x))
  Lahir dari keturunan darah biru ngga membuat dia sombong. Dipercaya jadi kepsek Miruku sejak umur 21, setelah kakeknya meninggal.
  Sifat : Agak kekanakan dan kurang dewasa tapi mampu mengambil keputusan dengan tepat dan memberi sanksi dengan tegas tanpa ragu. Bukan orang yang mudah dipengaruhi dengan kata lain berpendirian kuat.
  Kalo soal percintaan kaya’ny lebih gagap dari teknologi deh. Dia belum pernah pacaran sampai umur 23 ini, cuma pernah suka sama cewe sekelasnya waktu di SMA. Takut ditolak jadinya ngga nyatain perasaan
            #kkukuukuu :3
  Punya satu kakak cewe (30 tahun) dan satu adik cowo (16 tahun). Adik cowonya juga baru masuk Miruku lo..hhihhii

#suka-sukagueiniygbikinceritanya.-,-kkekekee

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Hari pertama di Miruku rasanya lumayan juga. Bertemu orang-orang yang begitu disiplin, seperti Resha yang ngga banyak perotes.
“Wajib ikut ekskul yah..” sebut Resha.
“Mau ikut ekskul apa kalian ?” tanyaku sambil menyedot jus kacang hijau, bersantai menikmati jam istirahat yang begitu lama ini, 30 menit.
“Gue kayaknya basket.” jawab Indra.
“Aku…mungkin ikut klub desain.” jawabnya tersenyum. Manis sekali.
“Lo sendiri gimana, Ar?”
“Gue males ikut ekskul. Wkwkwkkk.” aku menoleh, ternyata kepsek berdiri di belakangku tiba-tiba. Berhenti langsung aku menyeruput minumanku.
Dia menepuk pundakku.
“Ngga minat ikut ekskul ?”
Aku gemetaran tapi ku jawab saja, “i..iya, pak.”
Beliau duduk bergabung dengan kami. Tepat di depanku, di samping Resha.
“Dilarang keras buat murid di sini kalo ngga ikut kegiatan apapun.” ujar kepsek. Aku melihat seksama wajahnya yang seperti serius itu. Indra menyenggol kaki ku di bawah meja. Resha juga senyum ke arahku. “Kalau kamu ngga minat ikut ekskul maka..” sambil menyeringai padaku. “Kalian akan dipekerjakan. Hahahaaa.” katanya santai sekali, kali ini dia mulai main-main sepertinya.
“Kerja, Pak ? Bukannya kalo yang sudah kelas dua baru boleh kerja ?” tanya Resha begitu penasaran.                 
“Yaa…daripada ngga ada yang dikerjain.”
“Memangnya kerjaannya apa, Pak ?” tanya Indra yang juga penasaran.
“Ngejagain tikus.” dengan muka serius. Kami saling berpandangan. “Hahahaa……ngga ngga. Kerjanya paling cuma ngetik atau ngejagain telpon.” Aku mengangguk-angguk. “Tapi kalo yang buat kelas dua kerjanya diberatin sih.”
“Apa waktu belajarnya ngga ke ganggu?” tanyaku.
“Tergantung mereka bisa ngatur waktu apa ngga.”
“Kayanya mending ikut ekskul, deh.” kataku pelan. Kepsek menatapku lagi.
“Tapi kalo kerja dapat duit lo. Eh..tapi jangan bilang-bilang yang lain nih. Anak kelas satu emang diwajibin ikut ekskul dan belum boleh kerja. Saya nawarin kerja cuma ama kalian.” katanya berbisik-bisik. Kami berempat jadi saling bertatapan dan jadi tertawa.
Gimana sih, ini kepsek ngga konsisten banget. Mungkin itulah yang ada dipikiran kami sekarang.
“Ya sudah. Kalian belajar bener-bener yah. Santai aja tapi jangan main-main.” diapun berdiri beranjak pergi. Dari belakang beneran keliatan kaya anak SMA loh. Pakaiannya yang begitu santai dan sepatu kets yang dipakainya. Apa dia serius menjalani perannya sebagai kepala sekolah ?

Gimana Ar, sekolah barumu ?” tanya kakaku saat makan malam.
“Lumayan.”
“Udah ketemu kepseknya ?”
“Seberapa populer sih mba itu kepsek ?” pertanyaanku jadi menyimpang.
“Aku juga belum pernah ngeliat orangnya. Hahahaaa.”
“Loh.”
“Kan aku lulus sebelum dia menjabat di Miruku.” katanya lalu minum. “Denger-denger sih kepseknya belum kawin yah..”
“Katanya sih baru umur 23.”
“Tuh kan lebih muda dari aku.”
“Emang umur mba berapa?”
“Jahh. Umur kaka sendiri ngga tau kamu.” katanya sambil mengupas jeruk.
“Maklum lah. Ademu ini kan kena Alzheimer kadang-kadang. Hahaa.”
“Bulan Agustus ini udah 24.”
“Kapan jadinya mba nikahan ?kkekekee”
“Bentar lagi kok. :P”
“Bagus deh.”
“Ar…” seseorang memanggilku dari kejauhan. Dia berlari menghampiriku. Resha ternyata.
“Ngga di antar-jemput kamu ?” dia agak ngos-ngosan.
“Hhhh……rumah aku kan di dekat sini aja.” katanya menunjuk ke jalan di belakang.
Kami berjalan menuju gerbang sekolah yang kira-kira masih 50 meter lagi. #wadaww
“Kamu udah mutusin mau ikut ekskul apa ?”
“Kayanya voli aja deh.”
“Kenapa ?”
“Supaya bisa sering-sering ke pantai…hahaa.”
“Emangnya ke pantai ?”
“Ngga tau deng. Wkwkk.” dia jadi tertawa juga. Aku terkejut melihat kepsek yang sedang mondar-mandir di depan gerbang. Pagi-pagi gini dia udah ada di sekolah?
“Ada kepsek.” Bisik Resha. Aku mengangguk-angguk.
“Pagi, Pak.” sapa Resha dengan senyumannya.
“Pagi juga.” dia melirikku.
“Lagi nungguin siapa, Pak ?”
“Kalian lah..” ujarnya menepuk pundakku. Kami berdua jadi bingung. Baru hari kedua sekolah kepsek sudah seperti begitu mengawasi kami.
“Sudah bikin tanda pengenal ?” aku menatap bingung ke Resha.
“Udah, Pak. Ini..” kata Resha menunjukkan bordiran nama di bagian lengan kanan seragam cardigannya.
“Bagus. Kamu ?” tanyanya padaku. Aku memeriksa baju lengan kananku.
“Kayanya belum, Pak.” dia ikutan melihat.
“Buruan bikin.”
“Baik, Pak.” kataku spontan. Aneh sekali, kata-katanya begitu jauh mampu mengendalikanku.
“Tapi sebenarnya bukan itu yang ingin saya tanyakan.”
Aku dan Resha saling menatap bingung. Apa lagi nih?
“Begini…sebenarnya adik saya juga baru masuk sama dengan kalian. Tapi sayangnya kalian ngga sekelas.” dia memandang kami serius. “Dia sulit berteman dengan orang lain. Saya berharap kalian bisa menjadi temannya.” katanya.
“Tapi kami kan ngga kenal sama dia, Pak.”
“Benar juga.” ujarnya sedikit berpikir. Murid-murid lain mulai berdatangan sedikit melirik ke arah kami.   “Memangnya dia kelas berapa, ya ?” tanya Resha lagi.
“Kelas X-C3, namanya Fajar Rafiqi.” jawabnya sambil tersenyum  pada murid lain yang menyapanya. “Tapi rahasiakan sama yang lain ya kalo dia adik saya. Dia ngga suka kalo orang-orang tau saya ini kakanya. -,-” kakak yang tak dianggap.fufufu~ “Ya sudah. Cepat sana kalian masuk kelas.”
Kami mengangguk-angguk lalu berlari kecil. Masih agak bingung, aku kira muka Resha pun begitu. Adiknya kepsek, ya…

“Daritadi gue perhatiin muka lo agak beda, Ar.” ucap Indra saat kami berjalan pulang sekolah bersama dengan Resha juga.
“Tambah ganteng ?”
“Jahh. Tambah burem. Hahaa.” katanya memukul-mukul tasku.
“Ish..” seringaiku. Resha melihatku seperti memberi signal lalu dia tersenyum. “Gini, In. kita dapat amanah dari kepsek supaya temenan sama adenya yang juga baru masuk di sini.”
“Hah ? Ade kepsek ? Cewe yah ?”
“Cowo.” sahut Resha.
“Kalo cowo kan bisa cari teman sendiri.” ujarnya memandang ke depan. Aku dan Resha saling menatap bingung harus bicara apa.
“Kita juga belum ketemu orangnya kok.” tambah Resha.
“Satu kelas ama kita, ya?”
“Ngga dia kelas sebelah.”
“D4 ?”
“C3.”
“Terus apa masalahnya sampe-sampe muka lo burem gitu, Ar.”
“Ngga ada sih. Cuma gue bingung aja kenapa kepsek nyuruh kita ya ?”
Indra menoleh padaku, “Kita ?? Elo aja kalii wkwkkk.”

2 komentar: